Bung Hatta di Mata Tiga Putrinya
Bung Hatta di Mata Tiga Putrinya
Jumlah Halaman : x + 294 halaman
Penerbit : PT Kompas Media Nusantara
Cetakan : November 2015 (1), April 2016 (II)
Bung Hatta merupakan anak kedua dari pasangan Siti Saleha dan
Muhammad Djamil. Beliau dilahirkan dengan nama asli Muhammad Attar di Fort de
Kock, Hindia Belanda (sekarang Bukittinggi, Sumatra Barat) pada 12 agustus 1902
dan meninggal pada 14 Maret 1980. Beliau memiliki tiga putri bernama, Meutia
Farida Hatta, Gemala Rabi’ah Hatta, dan Halida Nuriah Hatta.
Hatta sebagai Bapak ploklamator sangatlah dicintai dan dibanggakan
oleh tiga anaknya tersebut. Beliau bagai lentera keluarga, penuntun,
pembimbing, pelindung, sekaligus pendidikan karakter hingga saat ini. Bung
Hatta dalam buku ini ditulis sebagaimana adanya. Ada cerita lucu, gembira,
bahkan certita sedih. Semua pemikiran ketiga anaknya tentang beliau bersatu
dalam buku ini.
Di mata Meutia, unsur pendidikanlah yang ada pada diri Bung Hatta
selalu muncul untuk diterapkan dan ditiru orang lain. Pandidikan kasih sayang,
pendidikan menuntut ilmu, pendidikan untuk beriman, dan pendidikan menghargai
waktu. Bung Hatta juga mengajarkan untuk rela berkorban bagi bangsa dan negara.
Rela berkorban disini dapat dicapai dikala sudah tidak memikirkan lagi
kehidupan duniawi, dan selalu menanam kebajikan untuk kehidupan masa depan
bangsa. Cinta tanah air dan bangsa adalah yang utama sebagai landasan mendidik
anak bangsa Indonesia. Selain itu, kita harus mengetahui seluk-beluk budaya
sendiri agar dapat merangkai Indonesia dalam berbagai program. Semua harus
dimulai dari bawah dengan penuh ketekunan, kedisiplinan, kejujuran, kesabaran,
dan ketabahan. Bangsa Indonesia harus menjaga harga dirinya, tidak rendah diri,
tidak malas, mampu bekerja tangguh, agar tidak hanya menja
di penonton n=yang melihat bangsa lain berjaya di negara kita
Sejak kecil, Meutia menyadari kehadiran buku sebagai anggota
keluarga dalam bentuk perpustakaan di rumah tinggal mereka, rumah dinas Wakil
Presiden RI di Jalan Medan Merdeka Selatan 13 Jakarta Pusat. Meutia memiliki
rak tersendiri untuk menyimpan koleksi. Perasaan sentimental terhadap buku
dirawat dengan cara memperlakukan buku dengan kehormatan; tidak dicoret,
dilipat, atau dibiarkan tercecer sembarangan. Komik Mahabharata garapan R. A. Kosasih
dan petualangan Winnetou karya Karl May jadi bacaan favorit. Buku bacaan anak
di masa kecil pada akhirnya menjadi penentu pilihan keilmuan. Meutia
mengatakan, “Dimulai dari sekadar membaca buku cerita, cara hidup para pelaku
yang digambarkan dalam buku cerita itu sampai lama menempel di pikiran saya dan
menjadi sumber penting bagi minta saya pada antropologi.”
Hatta tidak ingin sekadar ada sebagai pendo’a atau penjamin
finansial. Keterlibatan dalam pencapaian pendidikan anak-anaknya adalah
kewajiban intelektual seorang bapak. Para putri Hatta termasuk anak-anak yang
beruntung karena pernah melawat ke luar negeri, entah dalam agenda kenegaraan,
undangan belajar, atau berobat. Hatta dan istri lebih sering mengajak anak-anak
pergi ke tempat-tempat bersejarah yang akhirnya masih tetap bertaut dengan
buku-buku. Meutia selalu ikut Hatta ke berbagai negara untuk menemani dalam
agenda kenegaraan dan undangan belajar. Gemala mengenang lawatan ke Eropa pada
1963 untuk pengobatan bapak.
Di mata Gemala, Hatta adalah sosok Ayah yang sangat jujur.
Kejujurannya terlihat dalam hal tertib menggunakan uang negara.
Di mata Halida Hatta dipandang sederhana, selau ikhlas memberikan
kontribusi terbaiknya dalam berbagai cara yang jujur, untuk kebaikan bagi tanah
air, rakyat, dan bangsa.
Bung Hatta di Mata Tiga Putrinya
Reviewed by Siti Dianur Hasanah
on
November 20, 2017
Rating:
No comments