Biografi Imam Bukhari Jilid I
Biografi Imam Bukhari
Prof. Dr. Yahya Ismail
x+480
Cetakan 1: Juli 2016, Keira Publishing
Abu „Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim Ibn al-Mughirah ibn
Bardizyah al-Jufri al-Bukhari atau yang kita kenal dengan Imam Bukhari adalah ulama hadist yang berhasil mengumpulkan hadist-hadist shohih yang
tersebar. Beliau lahir di Bukhara, Ia lahir pada hari Jum‟at 13 Syawal 194 H
= 21 Juli 810 M di kota Bukhara (suatu kota di Uzbekistan, wilayah Uni Soviet,
yang merupakan simpang jalan antara Rusia, Persi, Hindia dan Tiongkok) dan
wafat pada 31 Agustus 870 M dalam usia 60 tahun. Beliau lahir seratus
tahun setelah masuknya Islam ke kota ini. Beliau sudah ditinggal wafat Ayahnya
sejak kecil. Sehari-hari ayahnya berprofesi sebagai pedagang. Sehingga keluarga
Imam Bukhori kaya raya dan semua diwariskan kepada Imam Bukhori. Namun uang ini
belaiu gunakan untuk mengembara mencari guru-guru hadist dalam rangka
mellindungi agama. Kegigihan Imam Bukhori dalam melindungi agama dari para
pembuat bid’ah yang muncul pada abad ketiga Hijriyah yang diprakarsai oleh
Bisyr bin Ghiyats al-Marisi. Ulama semasanya dan setelahnya banyak yang memuji
dan mengakui kecerdasan akal dan kelembutan pribadinya. Mereka juga mengakui
nama besar Imam Bukhari di bidang agama, dan bahkan karya besar “Shahih Bukhari” secara aklamatis
ditempatkan dalam urutan kedua setelah al-Qur’an. Syekh Ali Tanthawi menyebut
Imam Bukhari sebagai Amirul Mukminin dalam bidang hadist. Kecerdasan Imam
Bukhori tidak hanya diakui oleh ulama-ulama muslim, tetapi ilmuwan-ilmuwan
Eropa pun mengakui kecerdasan Imam Bukhori. Dalam setiap masa, sejak masa
sahabat hingga Imam Bukhori, perjalanan ilmu riwayat memilki karakter yang amat
jelas. Setelah seribu tahun kaidah-kaidah ilmiah disusun oleh Imam Bukhari,
cendekiawan dan pemikir Eropa menyadari untuk mengungkap kebenaran
sejarah-metode kritik sejarah. Jadi intinya pemikiran Imam Bukhari menjadi
pedoman ilmuwan Eropa.
Nilai Ilmu riwayat, salah satunya dapat dilihat dari
fungsinya sebagai penjaga sunnah Nabi dan sebagai rambu-rambu beragama bagi
generasi setelah era kenabian. Ilmu riwayat sebagai penjaga sumber agama yaitu
cara mengembalikan standarisasi pemberlakuannya kepada orang-orang yang
dianggap kredibel dan mempunyai kapasitas yang memadai dalam beragama. Dengan
ilmu riwayat sesuatu yang samar dan luput dari prasangkaan manusia dapat
terungkap secara jelas. Dengan isnad, petunjuk iagama dapat terjaga secara lahir
dan batin. Secara lahir melalui kuatnya sumber dan autentikasi yang Ia
terapkan. Dari dalam adalah dengan tidak diterimanya sebuah riwayat yang tidak
sesuai dengan standar penerimaan sebuah riwayat. Ilmu riwayat dengan
standarisasinya akan menjaga umat dari segala bentuk penyimpangan agama. Jika
Al Quran tidak membuat sesat kecuali kepada orang-orang yang fasiq maka sunnah
akan membuat mereka tersesat bila mereka tidak memahaminya dengan baik dan
benar. Ilmu riwayat juga tidak memiliki padanan dibandingkan dengan ilmu-ilmu
lainnya.
Metode pengambilan hadits, seorang perawi
memperbanyak melakukan perjalanan yang amat berat dan lama, belasan dan bahkan
puluhan tahun sehingga banyak mendapatkan guru-guru yang menjadi acuan bagi
para muhaditsin ini.
Ilmu riwayat dan kritisme seorang perawi,
Pembahasan mengenai rijalul hadits (para perawi
hadits) bukan pembahasan yang kaku dan statis. Pembahasan ini menimbulkan
banyak perdebatan, tetapi merupakan hal yang lemah dalam rijalul hadits dan
banyak ulama terperdaya. Meski penguasaan mereka baru pada tingkatan itu,
tetapi mereka sudah dianggap imam bagi kalangannya. Ini karena hal yang paling
serius dari pembahasan ini adalah mengetahui kondisi-kondisi pelik,
pedapat-pendapat, dan hukum yang diperdebatkan.
Petulangan seorang perawi dalam mencari guru hadits. Guru yang mempunyai akhlak mulia yang pantas dijadikan destinasi
perjalanan hadits. Salah satu contohnya adalah Ahmad bin Abdan berkata, “Abdan
berkata, tidak ada orang yang meminta tolong kepadaku, kecuali aku tolong
dirinya dengan kedua tanganku, hartaku, kerahkan tamanku, meminta tolong
pemerintah. Itu adalah akhlak kenabian. Karena kesempurnaan mendekat kepada
Allah akan dapat terwujud dengan memberi manfaat kepada makhluk-Nya.
Keagungan dan kelemahan seorang perawi. Ada kelebihan-kelebihan yang dimiliki para perawi, namun di sisi
lain memiliki kelemahan pula. Perawi harus memiliki sifat yang alim, wara’i,
dan cermat. Di tangan para muta’akhirin yang sembrono, ilmu ini mengalami
kemerosotan fungsi dan tidak lagi menjadi ilmu yang hanya boleh digunakan oleh
ulama yang sempurna ilmunya. Dari kelemahan, terdapat daftar nama perawi yang
hadits nya ditinggal.
Bersikap objektif. Para Imam hadits sangat hati-hati dalam meriwayatkan, harus jelas
bahwa perawi dapat dipercaya dan tidak ada keragu-raguan dalam meriwayatkan.
Mereka selalu memeriksa secara ketat setelah melakukan pengusutan mengenai
sosok perawi sebelum masuk ke fase pemilihan riwayat dan pemilihan perawi. Pada
diri imam hadits terdapat ciri khusus yang tidak terdapat pada ulama lain
sehingga menjadikan imam hadits menjadi seorang yang agung.
Autentikasi tashih Hadis:
1. Anggota tim terdiri dari para ulama yang telah
mengumpulkan ribuan bahkan jutaan hadits.
2. Setelah terkumpul, kemudian disusun,
diklasifikasikan, dan ditentukan tingkat derajatnya.
3. Memiliki akhak terpuji, menguasai fiqih dan
bahasa.
4. Mendapatkan ijazah terpercaya dari gurunya dan
juga haditsnya diterima oleh umat.
Hakikat Riwayat dalam tradisi hadits. Suatu riwayat mulai dari sabda Nabi lalu disimpan dalam dada para
sahabat dan generasi setelahnya hingga datang periode pengumpulan, kodifikasi,
seleksi, dan terakhir periode penyajian dalam bentuk kaidah-kaidah yang baku.
Mengumpulkan, meneliti perawi dan pengawasan terhadap perawi. Sayyidul
Fuqaha dan Imamul Muhaditsin. Kontribusinya dalam menyatukan dan memberi kaidah
–kaidah hadits baku Imam Bukhari menempati posisi kemuliaan yang amat
tinggi dalam beragam sisi. Beliau berhasil mengumpulkan dua ilmu, yaitu hadits
dan fiqih secara bersamaan.
Akar pertentangan antara muhaditsin dan fuqaha. Perdebatan sering terjadi antara kaum ahlur ra’yi dan ahlul hadits
hingga datang Imam Syafi’i sebagai pelerai. Karena Imam syafi’i telah
mendalami bahasa Arab dan ilmu tabiat serta sosial manusia. Tujuan yang ingin
dicapai ialah membantu memahami fiqih. Imam Syafi’i: luas pemahaman, hadits sedikit.
Imam Hambal: Wara’i. Imam Ishaq: hafalannya.Ubaid: sistematika bahasa
Arab.Tidak adanya kebakuan standar menyebabkan adanya dua kubu, fuqaha dan
muhaditsin. Mereka mencari pandangan sesuai sudut pandang mereka masing-masing.
Muhaditsin itu lebih suka mencari dalil jelas tanpa menggali lebih dalam
kandungan hukumnya. Sedangkan fuqaha sebaliknya. Muhaditsin: tidak sahih (tidak
adanya ketesambungan transmisi periwayatan). Fuqaha: tidak sahih dalam hal
makna.
Pemikiran dan Metodologi Fiqih Imam
Bukhari (fiqih a’lam)
-
Fiqih Ilmu
1.
Bahasa isyarat
2.
Larangan mengiringi
jenazah
3.
Koreksi Aisyah
terhadap fatwa sahabat
-
Fiqih Nafs: fiqih membahas mengenai watak, tabiat, dan kemampuan seseorang
dalam mengekang sifat alamiahnya sehingga menimbulkan kebeningan dan ketenangan
hati.
-
Fiqih Badan: fiqih yang mengarahkan badan agar ia meringankan muatannya, menjaga
kondisi, dan mengawasi gerak-gerik hawa nafsunya, sehingga anggota badan
menjadi seimbang,teratur, dan dijauhkan dari penyakit.
Persinggungan antara Qiyas dan gol. Ahlul Ray’i. Ahlul hadits: ekstrem thd pandangan fuqaha, dan Ahlul Ray’i berpegang
pada perumusan masalah-masalah Imam Abu Hanif.
Biografi Imam Bukhari Jilid I
Reviewed by Siti Dianur Hasanah
on
February 24, 2018
Rating:
No comments